Jika mendengar Sulawesi Tenggara, kebanyakan orang akan mengarahkan destinasinya menuju Wakatobi. Namun tahukah kamu bahwa ada kota bernama Bau-Bau di Pulau Buton yang cukup menarik disusuri jika ingin belajar kebudayaan, dan sejarah? Berikut 13 fakta Bau-Bau yang saya dapatkan ketika berkunjung ke sana.
1. Mengapa dinamakan “Bau-Bau?” Katanya dulu bangsawan Bugis yang datang ke pulau Buton mayoritas memiliki gelar “Andi Bau”. Mereka sebagai saudagar kapal menetap di dekat pelabuhan karena usaha dagangnya. Karena banyaknya nama “Bau” itu makanya daerah ini disebut Bau-Bau.
3. Temukan Benteng Wolio, benteng terluas di dunia (401.911 m2) hanya 3 km dari kota Bau-Bau. Tulisan mengenai Benteng Wolio menyusul yaa.
4. Taksi di sini tidak memakai argo, dan memakai hitungan zona. Dan merknya cuma satu, jadi jangan sok-sok milih-milih taksi. Yang ada nanti malah gak naek-naek. Kayak jodohlah, jangan terlalu lama milih-milih, ntar gak kawin-kawin.
5. Kota Makassar ada di Sulawesi Selatan, tapi di Bau-Bau ada Pulau Makassar. Dinamakan seperti itu karena konon banyak orang Makassar yang ditawan di sini Lihatlah dari Simpangan kilometer 5, maka pemandangan akan pulau tersebut akan terlihat lebih jelas dan indah.
6. Nama jalan di Bau-Bau menggunakan aksara Wolio yang mirip dengan bahasa Arab.
7. Kalau di sekitar pusat kota nama jalannya memakai aksara Wolio, di Desa Karya Baru nama jalannya memakai huruf Hangeul. Itulah letak Kampung Korea! Tertarik ke sana?
8. Coba deh ke Pelataran Wantiro yang sedikit berada di atas pusat kota. Enak nongkrong di sana sambil lihat-lihat pemandangan dari atas sembari makan pisang goreng dicocol sambal. Bentuknya gede dan harganya cuma Rp 1.000
9. Mau berfoto dengan naga yang besar dan matanya merah menyala? Datanglah ke Pantai Kamali, pantai paling “megang” di Bau-Bau.
10. Dengan slogannya yang SEMERBAK (Sejahtera, Menawan, Ramah, Bersih, Aman & Kenangan), Bau-Bau pernah menerima penghargaan Adipura sebagai kota terbersih.
11. Wajib nyicip makanan semacam batagor yang berbahan dasar ikan bernama Pentol. Biasa dijual di depan kampus atau di dekat pantai Kamali.
12. Ke mana-mana sungguh asyik naik becak motor (bentor) yang bertarif Rp 5.000 jarak jauh-dekat. Itu tapi tahun 2011, kalau sekarang jadi Rp 10.000 kali ya. :D
13. Jika ingin wisata Pantai, bertolaklah ke Pantai Nirwana, pantai jernih yang dapat ditempuh sekitar 15 menit (7 km) dari pusat kota. Di sini juga kamu bisa melihat budidaya rumput laut. Saya baru tahu kalo rumput laut itu ketika dikeringkan bisa berwarna ungu kehitaman!
Ada lagi yang dapat menambahkan fakta-fakta tentang Bau-Bau? Drop your comments below dan akan saya tambahkan di tulisan ini. Happy traveling! :)
Pada mulanya, Baubau merupakan pusat Kerajaan Buton (Wolio) yang berdiri pada awal abad ke-15 (1401 – 1499). Buton mulai dikenal dalam Sejarah Nasional karena telah tercatat dalam naskah Negara Kertagama Karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa) Keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan didirikan lingga serta saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Cikal bakal negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan di Buton mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke – 13.
Buton sebagai negeri tujuan kelompok Mia Patamiana mereka mulai membangun perkampungan yang dinamakan Wolio (saat ini berada dalam wilayah Kota Bau – Bau) serta membentuk sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan 4 Limbo (Empat Wilayah Kecil) yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga lebih dikenal dengan Patalimbona. Keempat orang Bonto tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga bertugas sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan seorang Raja. Selain empat Limbo yang disebutkan di atas, di Buton telah berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Maka atas jasa Patalimbona, kerajaan-kerajaan tersebut kemudian bergabung dan membentuk kerajaan baru yaitu kerajaan Buton dan menetapkan Wa Kaa Kaa (seorang wanita bersuamikan Si Batara seorang turunan bangsawan Kerajaan Majapahit) menjadi Raja I pada tahun 1332 setelah mendapat persetujuan dari keempat orang bonto/patalimbona (saat ini hampir sama dengan lembaga legislatif).
Dalam periodisasi sejarah Buton telah mencatat dua Fase penting yaitu masa Pemerintahan Kerajaan sejak tahun 1332 sampai pertengahan abad ke – 16 dengan diperintah oleh 6 (enam) orang raja diantaranya 2 orang raja perempuan yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah ( 1542 Masehi ) bersamaan dilantiknya Lakilaponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis sampai pada Muhammad Falihi Kaimuddin sebagai Sultan Buton ke – 38 yang berakhir tahun 1960.
Masa pemerintahan Kerajaan Buton mengalami kemajuan terutama bidang Politik Pemerintahan dengan bertambah luasnya wilayah kerajaan serta mulai menjalin hubungan Politik dengan Kerajaan Majapahit, Luwu, Konawe dan Muna. Demikian juga bidang ekonomi mulai diberlakukan alat tukar dengan menggunakan uang yang disebut Kampua (terbuat dari kapas yang dipintal menjadi benang kemudian ditenun secara tradisional menjadi kain). Memasuki masa Pemerintahan Kesultanan juga terjadi perkembangan diberbagai aspek kehidupan antara lain bidang politik dan pemerintahan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Kesultanan Buton yaitu “Murtabat Tujuh” yang di dalamnya mengatur fungsi, tugas dan kedudukan perangkat kesultanan dalam melaksanakan pemerintahan serta ditetapkannya Sistem Desentralisasi (otonomi daerah) dengan membentuk 72 Kadie (Wilayah Kecil).
Dibidang hukum dijalankan sangat tegas dengan tidak membedakan baik aparat pemerintahan maupun masyarakat umum. Hal ini terlihat dari ke 38 orang sultan yang memerintah di Buton 12 orang menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar sumpah jabatan dan satu diantaranya yaitu Sultan ke - VIII Mardan Ali, diadili dan diputuskan untuk dihukum mati dengan cara digogoli (leher dililit dengan tali sampai meninggal). Bidang perekonomian dimana Tunggu Weti sebagai penagih pajak di daerah kecil ditingkatkan statusnya menjadi Bonto Ogena disamping sebagai penanggung jawab dalam pengurusan pajak dan keuangan juga mempunyai tugas khusus selaku kepala siolimbona (saat ini hampir sama dengan ketua lembaga legislatif).
“Yinda Yindamo Arata somanamo Karo”
(Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri)
“Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu”
(Diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri)
“Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara”
(Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah)
“Yinda Yindamo Sara somanamo Agama”
(Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama)
Arti Logo
- Poma-maasiaka (kasih-mengasihi)
- Pomae-maeaaka (segam-menyegani)
- Poangka-angkataka (hormat-menghormati)
- Popia-piara (saling melindungi - pelihara - memelihara)
0 komentar:
Posting Komentar